Waktu baca : +/- 3 menit

Banyak yang menyebutkan zaman sekarang adalah era modern karena banyak sekali teknologi dan budaya baru yang tercipta. Walau demikian masih ada sebagian dari masyarakat Jawa yang kukuh ingin melestarikan tradisi mereka sendiri. Salah satunya adalah saat menyebar undangan pernikahan, masih banyak yang menggunakan bahasa daerah setempat.

Selain mempertahankan budaya Jawa, mereka juga ingin memberi sesuatu yang lebih unik atau istimewa pada pihak penerima undangan. Pada sisi lain dalam bahasa Jawa sendiri, undangan pernikahan itu lebih sering disebut dengan istilah lain yakni ulem atau lengkapnya serat ulem.

Hal tersebut merupakan salah satu wujud dari kearifan lokal yang sampai saat ini masih lestari. Terlebih lagi fungsinya tak sekedar sebagai undangan belaka, namun juga memiliki kandungan nilai-nilai luhur sekaligus kental adat istiadat.

Baca juga: Makna Ritual Pasang Tarub dan Tuwuhan Dalam Pernikahan Adat Jawa

Baca juga: 8 Tradisi Jawa Yang Hingga Kini Masih Lestari

Penggunaan Bahasa

undangan pernikahan
Pasangan Arjuna – Srikandi, sering jadi hiasan dalam undangan pernikahan Jawa. Foto: deviantart.com

Sebagaimana undangan pernikahan yang lain, serat ulem jadi sarana utama untuk mengundang sanak kerabat, tetangga dekat, dan teman untuk menghadiri hajatan pernikahan. Namun selain itu banyak pula yang memakainya dalam acara lain seperti sunatan, selamatan atau syukuran, dan sebagainya.

Bahasanya menggunakan bahasa Jawa halus penuh tatakrama karena merupakan cerminan atas penghargaan beserta niat baik dari pengundang pada yang mendapat undangan. Ini sangat sejalan dengan pandangan masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan penghormatan. Sehingga setiap kata dan kalimatnya harus tersusun rapi agar yang menerima bisa memahami.

Dalam bahasa Jawa terdapat 13 tingkatan dan dalam konsep sederhana terbagi menjadi 3 tingkatan, yakni krama alus, madya, dan ngoko. Saat membuat undangan atau serat ulem pernikahan, biasanya menggunakan bahasa krama alus dengan dengan format umum mulai dari pembukaan, inti, dan penutup.

Baca juga: Inthuk-inthuk, Wujud Doa dan Cinta Kasih Ibu Pada Anaknya

Baca juga: Mengenal Sunan Bayat atau Ki Ageng Pandanaran II, Tokoh Penyebar Agama Islam di Jawa

Hiasan Dalam Serat Ulem

undangan pernikahan
Gunungan adalah simbol dunia dan isinya. Foto: freepik.com

Agar tercipta kesan yang lebih menarik, serat ulem tersebut bisa diberi hiasan motif tradisional, gunungan, atau tokoh wayang. Jika menggunakan tokoh wayang, yang paling sering menjadi pilihan adalah pasangan Kamajaya – Kamaratih, Rama – Shinta, dan Arjuna – Srikandi. Mereka merupakan simbol pasangan yang serasi dan saling mencintai.

Sedangkan gunungan, adalah lambang dunia beserta isinya sehingga hal ini bermakna bqhwa setelah berumah tangga nanti pasangan pengantin harus mampu menghadapi berbagai tahapan kehidupan. Jika secara bersama-sama berhasil melalui semua cobaan, rintangan maupun godaan, akan memperoleh kemuliaan sejati dan keselamatan sekaligus kebahagiaan yang hakiki.

Lain lagi dengan motif tradisional yang pada umumnya berbentuk corak batik, adalah cerminan harapan dari pasangan mempelai dan keluarganya. Jadi fungsinya bukan sekedar media untuk mengundang saja, melainkan juga jadi bentuk dari ekpresi budaya. Ini mengingat setiap corak atau motif batik memiliki kandungan makna yang berbeda-beda.

Baca juga: 8 Bukti Nyata Ketulusan Pasangan Dalam Menjalin Hubungan Asmara

Baca juga: Putus Cinta?, Lakukan 7 Tindakan Ini Agar Secepatnya Bisa Move On

Di masa kini, mungkin telah banyak yang membuat undangan pernikahan dalam format digital. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan masyarakat Jawa untuk tetap semangat menggunakan konsep seperti serat ulem meski kemudian dikirim dalam bentuk undangan elektronik atau undangan digital. (J-169)

Terima Kasih Telah Membagikan Artikel Ini: