Sebagian besar korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah perempuan. Banyak di antara mereka yang tidak menyadari dirinya akan mendapat perlakuan buruk atau kekerasan dari suami atau pasangannya. Di Indonesia sebenarnya sudah ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang mengatur tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Meski demikian tak sedikit yang belum memahami hal ini sehingga tidak tahu harus melakukan tindakan apa untuk mencegah sekaligus melindungi diri. Oleh sebab itu demi keselamatan, ada beberapa upaya penting yang bisa menjadi pertimbangan untuk mengurangi dampak dan risiko yang muncul.
1. Lapor ke Pihak Berwajib
Jika mengalami kekerasan atau jadi korban KDRT, segera bikin laporan ke pihak berwajib atau kepolisian terdekat. Selain itu dapat memakai layanan sapa 129 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui nomor hotline 129.
Baca juga: Generasi Alfa, Pengertian dan Yang Perlu Jadi Perhatian Orang Tua
Baca juga: 5 Cara Tepat Menjaga Kesehatan Psikologi Anak Agar Tidak Mudah Stres
2. Bikin Rekaman Bukti KDRT
Rekam semua peristiwa KDRT, misalnya dengan memfoto setiap cedera akibat kekerasan yang menimbulkan bekas di tubuh dan minta visum dari dokter atau rumah sakit. Selain itu katakan dan ceritakan secara jujur yang menjadi penyebab dari cedera tersebut kepada pihak berwajib. Mulai dari kronologi terjadinya penganiayaan hingga kekerasan lain oleh suami atau pasangan.
3. Pindah ke Tempat Aman
Kemudian untuk sementara waktu, cari tempat yang lebih aman untuk tinggal misalnya rumah orang tua atau keluarga dekat lainnya. Apabila ingin tinggal bersama orang lain atau bukan keluarga, pilih yang benar-benar sudah kenal akrab dan lama menjadi sahabat dekat. Hotel juga layak jadi pilihan, namun sebaiknya hanya sebagai opsi terakhir saja.
Baca juga: Cara Memberi Penjelasan Pada Anak Ketika Mendapat Menstruasi Pertama
Baca juga: Tinggal Bersama Mertua, Apa Susah dan Enaknya?
4. Mencari Dukungan dan Konseling
Cari dukungan dari orang terdekat dan layak dipercaya, apalagi menginngat jadi korban KDRT itu tidak hanya menimbulkan siksaan fisik saja tapi juga psikis. Makin gampang mengutarakan penderitaan pada orang yang punya kepedulian tinggi, jadi semakin kuat menghadapi masalah yang muncul. Sehingga tidak ada salahnya pula melakukan konseling pada psikolog agar dapat menciptakan suasana hati yang lebih tenang.
Bergabung di komunitas korban KDRT atau anti KDRT sedikit banyak juga dapat membantu mengatasi trauma. Melalui perkumpulan tersebut, akan lebih sadar bahwa bukan dirinya saja yang menjadi korban KDRT karena ada orang lain yang bernasib sama. Sehingga dapat saling memberi dukungan untuk keluar dari depresi dan tekanan mental.
Baca juga: Menentukan Waktu Paling Tepat Untuk Memandikan Bayi
Baca juga: 6 Cara Aman dan Tepat Mengonsumsi Obat Bebas Tanpa Resep Dari Dokter
5. Bikin Rencana Menyelamatkan Diri
Meski ada permohonan maaf dan janji tidak mengulangi dari pelaku, bukan tak mungkin kasus KDRT terjadi lagi di kemudian hari. Sebagai upaya pencegahan dan perlindungan diri, bikin rencana menyelamatkan diri. Segera tinggalkan suami atau pasangan saat mulai menunjukkan tanda-tanda mau melakukan kekerasan atau penyiksaan lagi dan memiliki rasa sesal.
Ingat, setiap orang memiliki hak sama untuk menikmati kebahagiaan dan ketenteraman dalam hidupnya. Jadi jangan sungkan dan ragu mengakhiri suatu hubungan yang kerap menimbulkan siksaan fisik dan mental, apalagi jika terus terjadi secara berulang. Cukup satu kali saja menjadi korban KDRT dan utamakan kepentingan diri sendiri beserta masa depan anak-anak. (J-150)
Tinggalkan Balasan